Dua hari lalu, saya membuat status di FB dan IG dengan pertanyaan seperti ini :
———————–
Sedang menjadi tren di PAUD/TK sekarang ini sekolah memberikan target – siswa mampu berbahasa asing- hafal 3 juz
Pertanyaan saya, apa urgensi anak di bawah usia 6 tahun memiliki kecakapan ini?
Ada yang bisa bantu jawab?
Bermacam-macam jawaban diberikan oleh teman-teman. Menarik, saling berkaitan dan menurut saya cukup menantang. Pertama, apakah ada urgensi membicarakan ini di ranah publik ? Jawaban saya, tentu saja karena kebijakan pendidikan adalah ranah publik bukan ranah privat. Pendidikan bisa berkembang selama ini karena sikap kritis dari manusia. Tanpa sikap itu, maka pendidikan akan berjalan itu-itu saja.
Kedua, apakah boleh kita membuat target-target itu ? Menarik sekali jawaban dari teman-teman. Beberapa kemudian saya simpulkan seperti ini. Tentu boleh. Jika saja ibu Imam Syafii tidak menyiapkan agar Imam Syafii menjadi ulama, maka bisa jadi kita tidak akan menemukan sosok ulama yang luar biasa. Begitu juga Alfatih. Jika saja ayahnya tidak menyiapkan Alfatih untuk menjadi penakluk Konstantin, tentu kita tidak akan mengenal Alfatih yang melegenda itu. Seorang tokoh bukan hanya dilahirkan, tapi tokoh juga disiapkan. Di abad ini, kita mengenal Gus Baha, seorang yang luar biasa tapi sangat sederhana. Ayahnya memang menyiapkan benar-benar agar Gus Baha menjadi ulama besar. Tidak dimasukkan ke sekolah-sekolah formal, tapi Gus Baha dititipkan ke ulama-ulama besar untuk belajar.
Apa yang bisa kita pelajari dari munculnya tokoh-tokoh itu ?
1. Orang tua mereka adalah orang tua yang sangat mengenal potensi anaknya. Mengapa Gus Baha yang dipersiapkan, bukan saudaranya yang lain. Mengapa Alfatih, bukan saudaranya yang lain. Mengenal potensi anak didik adalah hal penting. Agar ekpektasi yang dibebankan tidak melebihi dari kapasitas dari anak didik tersebut. Kenali benar-benar potensi dan hambatan yang dimiliki oleh anak didik kita agar mereka bisa berproses dengan target-target yang sesuai.
2. Selain mengenal benar-benar, orang tua dari tokoh-tokoh itu juga bukan orang tua yang biasa-biasa saja. Dalam buku-buku sejarah diceritakan bahwa ibu Imam Syafii terbiasa dengan mengalunkan Alquran ketika mengasuh Imam Syafii sejak kecil. Ayah Alfatih juga bukan Khalifah biasa-biasa saja, tapi seorang Khalifah yang memiliki visi yang jauh ke depan. Alfatih tidak hanya dibebankan untuk menaklukkan Konstantin, tapi juga dibantu untuk menyiapkan road mapnya. Artinya, jika ingin memiliki anak yang luar biasa, maka siapkan diri kita dulu sebelum memberikan beban itu pada anak.
3. Guru-guru yang luar biasa. Contoh 3 tokoh di atas memiliki guru-guru yang luar biasa. Alfatih, Imam Syafii dan Gus Baha bukanlah tokoh tiban yang lahir tiba-tiba. Tapi mengalami proses yang luar biasa dengan guru-guru mereka. Menyiapkan anak yang luar biasa akan menjadi sesuatu yang absurd ketika guru tidak disiapkan. Jika ingin anak yang hafal Quran, maka siapkan guru dan lingkungan yang sepadan. Jika ingin anak menjadi seniman, maka siapkan pula yang sesuai.
4. Pendidikan para tokoh-tokoh ini adalah pendidikan yang benar-benar disiapkan secara khusus. Siswa yang belajar dengan Alfatih itu tidak sampai 10 orang dengan kemampuan di atas rata-rata, guru-guru yang berkualitas dan sudah pasti dengan metode yang disiapkan dengan benar-benar.
Ketiga, dari komen teman-teman itu muncul kata bahagia. Maksudnya, silahkan pasang target apapun asalkan anak bahagia. Apa syarat agar anak tetap bahagia dengan targetan-targetan itu ?
1. Sesuaikan target sesuai dengan kemampuan anak
2. Ajak anak dialog tentang target-targetan yang diberikan
3. Bisa jadi di usia dini itu adalah targetan dari orang dewasa, tapi di usia ketika mereka mulai beranjak dewasa, maka itu akan menjadi target pribadinya. Proses jangka panjang ini tidak akan muncul tiba-tiba jika anak tidak diajarkan untuk mencintai apa yang menjadi masa depannya.
Kembali pada pertanyaan di atas, urgen kah? Jawabannya adalah tergantung. Tergantung dari apa ? Tergantung dari apa yang menjadi keinginan Anda pada anak Anda. Jika target Anda adalah ingin menjadikan anak Anda seorang ulama Quran, maka tidak ada pilihan untuk membuatnya menghafal Quran sejak usia dini. Jika Anda ingin anak Anda seorang atlet, maka pilihannya adalah Anda mentraining dia dengan kesiapan-kesiapan fisiknya. Dan kembali pada syarat-syarat di atas.
Target itu bukanlah sekedar target, tapi bagaimana Anda sebagai orang dewasa betul-betul menyiapkan pra syarat-pra syarat sebelum target itu Anda tentukan. Akan menjadi sebuah utopia ketika Anda menetapkan target, kemudian Anda sendiri tidak menyiapkan road mapnya.
Mie Aceh Salman Bukit Keminting, 3 Maret 2022 #BabahAca#HumanCenteredLeadership#HumanCenteredEducation