Di beberapa pelatihan yang diadakan Edupro tentang Human Centered Education, sering muncul pertanyaan dari guru tentang bagaimana jika seorang siswa melakukan kesalahan atau pelanggaran. Bagaimana hukuman yang perlu diberikan pada siswa yang melanggar. Sebelum membahas apa hukuman yang pas, mari kita bahas dulu pelanggaran ini secara holistik.
Pertama, lingkungan dan sistem
Bu Ery Soekresno (alm) pernah menyampaiakan ketika saya masih mengelola sekolah di Sigli Aceh, bahwa banyaknya pelanggaran yang dibuat siswa bisa terjadi karena sistem mendukung siswa untuk pelanggaran. Beberapa hal itu :
- Tekanan kesempurnaan dari sistem
Anak dipaksa untuk sempurna. Sempurna dengan nilai akademik, sempurna mendapatkan prestasi, sempurna menjadi seorang shaleh. Tekanan ini ternyata tidak membuat kemudian seorang akan menjadi patuh, tapi anak akan mencari cara bagaimana cara melanggar yang aman.
Apalgi jika ini terjadi pada anak remaja. Kecenderungan mereka yang meledak-ledak, memiliki energi yang besar. Sekuat apapun dihadang, maka akan jebol juga. - Padatnya Kegiatan Akademis, Sedikitnya ruang untuk eksplorasi
Di beberapa literatur, tekanan akademis dapat mengakibatkan siswa lebih mudah stres. Dampaknya, anak akan melakukan “perlawanan” untuk mencari jalan keluar dari rasa tertekan ini.
Beberapa salah memahami, bahwa remaja perlu banyak kegiatan dengan memasukkan banyak kegiatan akademis, padahal, banyak kegiatan ini bukan melulu akademis, bisa banyak hal yang mengeksplor passion dan fisik anak. - Buntunya Komunikasi, Anak yang akan melakukan pelanggaran sebenarnya sudah memberikan “sinyal”, tapi karena kita gak ” Aware” maka sinyal itu lewat begitu saja. Sinyal itu bisa berupa kegelisahan baik verbal maupun non verbal. Tapi, biasanya kita merespon sinyal itu dengan hukuman, bukan dengan kemudian mengajaknya bicara secara personal, karena memang bisa jadi kita sebagai guru juga terlalu sibuk dengan urusan yang tidak berhubungan dengan jiwa anak.
- Perbedaan value di rumah dan sekolah
Saya langsung beri contoh. Ada sekolah yang mewajibkan siswanya menggunakan jilbab. Guru merasa siswa ini melanggar syariat karena siswa melepas jilbabnya ketika jalan-jalan ke mall. Guru bingung bagaimana menerapkan hukuman untuk ini.
Siswa ini bisa jadi melepas jilbabnya ketika ke mall sudah diizinkan oleh orang tuanya. Ini jelas perbedaan value antara sekolah dan rumah. Maka, seharusnya anak tidak jadi korban perbedaan value ini. Ini adalah tanggung jawab sekolah dan orang tua untuk menyamakan value ini terlebih dahulu. - Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Dasar
Menurut Edward Ryan, kebutuhan dasar adalah sesuatu yang membuat seseorang termotivasi untuk melakukan sesuatu. Kebutuhan dasar sangat berhubungan dengan tindakan dan perilaku manusia.
Jadi, ketika seorang siswa melakukan pelanggaran, barangkali ada hubungan dengan kebutuhan dasar apa yang ingin dipenuhi nya. Dan bisa jadi, pemenuhan kebutuhan dasar ini dilakukan dengan tindakan yang negatif menurut persepsi kita sebagai orang dewasa.
Nah, sebelum kita bicara apa hukuman terbaik, saya menyarankan kita melakukan refleksi pada program yang kita sudah rancang di sekolah dan rumah untuk anak-anak kita. Karena jangan-jangan, pelanggaran itu terjadi karena memang kita yang memberi pupuk itu dengan sebab-sebab di atas.
Laut Jawa di atas Dharma Rucitra 1 Surabaya – Banjarmasin, 9 Juni 2022 pukul 11.00 WiB